Terkait dunia akademik dan Industri, sebenarnya masalah apa
yang terjadi di negara kita?
1)
Lulusan Ph.D (S3) Cuma bisa jadi dosen
2)
Industri Indonesia hanya sebagai penjual, bukan
pencipta produk
3)
Tidak ada kerjama antara dunia penelitian,
industri, dan pemerintah.
Maaf, dalam artikel ini, saya
tidak memasukan data-data statistik. Blogging
adalah mengisi waktu luang. Bukan merupakan profesi saya sebagai jurnalis
ataupun kolumnis, meskipun saya bercita-cita menjadi penulis. Tulisan kali ini terinsipirasi dari diskusi
panel saat Winter Gathering PPI Swedia di kota Stockholm, 25-27 Januari 2013.
Baiklah, ini penjelasan dari tiga
poin yang saya tuliskan diatas:
.Di Indonesia, lulusan Ph.D (s3) Cuma
bisa jadi dosen. Mengapa? Mungkin karena
pendidikan tinggi masih merupakan sesuatu yang mahal bagi kita dan terkesan
hanya untuk orang-orang pintar saja. Selain itu, dunia perkuliahan membentuk paradigma dalam pikiran kita bahwa
kuliah hingga S3 hanyalah bagi orang-orang yang ingin menjadi Dosen. Dan kebanyakan
memang begitulah contoh yang ada.
Dan juga, orang-orang Indonesia
yang sudah studi sampai S3 kebanyakan malah bingung akan kerja menjadi apa
selain dosen. Karena (katanya) dengan ijazah S3 malah lebih susah kerja di
perusahaan/industri. Mungkin karena Industri di Indonesia sendiri tidak
mengerti bagaimana harus mempekerjakan S3, atau mungkin karena tidak sanggup
membayar gaji mereka. Atau mungkin karena Industri takut terjadi perubahan
dalam perusahaan mereka karena pengaruh “orang pintar” alias lulusan S3
tersebut? Entahlah.
Di negara-negara maju, kuliah S3
bukan hanya untuk menjadi dosen, tetapi juga untuk bekerja di dunia Industri. Lulusan S3 yang tentunya kuat dalam bidang
riset tersebut tentu saja sangat diberdayakan oleh perusahaan. Perusahaan
memberikan dana besar untuk penelitian (yang dilakukan oleh lulusan S3 yang
bekerja di perusahaan tersebut, atau untuk membiayai penelitian mahasiswa S3).
Sehingga, peneliti tidak perlu repot-repot mencari dana seperti yang terjadi di
Indonesia. Kemudian, hasil penelitian dimanfaatkan langsung oleh perusahaan
untuk meningkatkan kualitas produk ataupun menciptakan produk baru. Maka dari itu,
kenapa perusahaan-perusahaan asing selalu berinovasi. KARENA INOVASI BUKAN
SEKEDAR IDE DARI DAYDREAMING. Apalagi
untuk perusahaan yang menghidupi dan mempengaruhi kehidupan jutaan manusia.
Segala perubahan ataupun inovasi harus dipertimbangankan melalui serangkai riset
yang kuat secara metodologis. Karena perusahaan di Indonesia tidak membudayakan
penelitian, alhasil perusahaanpun tidak
berinovasi dan hanya menjadi agen penjual. Sekali lagi, perusahaan di
Indonesia hanyalah cabang, distributor, dan juga bengkel. Bukan pencipta
barang!
Permasalahan ini terjadi karena trihelix (kerja sama antara ABG – Academician, Bussiness/industry, dan
Government) belum terjalin. Seperti yang saya jelaskan dalam paragraf
sebelumnya, di negara-negara maju terjadi simbiosis mutualisme antara
pihak-pihak ini. Pemerintah memutusan segala kebijakapun berbasis riset, atau
minimal, pemerintah memediasi hubungan antara industri dan universitas.
Refleksi saya
pribadi:
Jujur,
saya agak sedih melihat Indonesia. Dalam benak saya, penelitian-penelitian di
Indonesia hanya menjadi kumpulan kertas atau pdf. Hanya dibaca oleh kalangan
akademik sendiri. Hanya disitasi oleh mahasiswanya sendiri. Dosen-dosen pusing mencari
dana untuk penelitian, jika sudah mendapatkan dana, masih pusing lagi
dikejar-kejar laporan keuangan.
Sudah berapa banyak penelitian
tentang penanggulangan bencana di Geografi, di Psikologi, di Sosiologi? Tapi
semua penelitian berhujung pada skripsi, jurnal, disertasi. Apakah masyarakat
kita sudah teredukasi dalam menanggapi bencana?
Sudah berapa banyak penelitian
tentang pengolahan sampah dan lingkungan? Tapi permasalah sampah kita masih
tidak karuan. Semua berhujung pada lembaran kertas sebagai syarat lulus kuliah.
Dan setelah itu kita hanya sibuk mencari kerja dan menghidupi keluarga. Dan sampah-sampah
terus menggunung, membusuk, menunggu alam mampu mengurai. Layaknya pengetahuan
kita yang menggunung di kepala, namun tak pernah dimanfaatkan untuk sesama. Menunggu
terurai ditelan waktu.
Kepada teman-teman yang saya
percaya nanti akan sukses di masa depan: entah akan jadi birokrat, pengusaha kaya
raya, dosen, guru, peneliti lepas, artis ataupun penulis.
Mari kita terus berkomunikasi,
bangun kerjasama untuk membangun negara ini.
Bagi yang memiliki pengetahuan,
jangan sampai karya dan ide kalian hanya berujung pada halaman-halaman laporan
penelitian. Bagi yang memiliki uang, sisihkan sedikit untuk membantu dana
penelitian di universitas-universitas agar Indonesia semakin berkembang.
Regismachdy, Borås 11 April 2013-04-11
***
Paragraf yang tertuliskan di atas adalah renungan yang saya simpulkan sendiri dari dialog-dialog ketika Winter Gathering. Jika teman-teman ingin tahu lebih lanjut apa saja yang didiskusikan. Silahkan mengunjungi website ini:
http://www.ppiswedia.se/ppi/jenis-artikel/hangatnya-musim-dingin-di-stockholm-winter-gathering-2013-ppi-swedia
Kenapa Industri Indonesia tidak berkembang? Karena lulusan S3 hanya bisa jadi Dosen!
Reviewed by regismachdy
on
May 09, 2013
Rating:
5 comments:
Sepakat,,tulisan yg sangat menarik dan sangat inspiratif...^_^
@mbak Sita, apa kabar?
wah terimakasih Mbak.. :)
Regis..ya ampun.. Baca judulnya aja udah ada suara di kepalaku, "iya ya, begitu memang!" hehehe..maap komentarku agak panjang.
Dan justru mirisnya di Indonesia itu yang jadi penguasa perusahaan, adalah orang2 dg pendidikan rendah tapi mau langsung beraksi, sedangkan yang sarjana berhenti di tataran karyawan :D
Iya Nurul.. berpendidikan rendah ataupun tinggi. yang kurang adalah kesadaran untuk saling bekerja sama. di Negera kita yang ada adalah saling berkompetisi, atau saling menunggangi T.T
alhamdulillah ini adalah artikel yang bermanfaat.
di negara ini seolah hanya uang -lah yang berkuasa. yang kaya manjadikan yang miskin sebagai kendaraan yang bisa ditunggangi hanya dengan topeng kebaikan sebagai bayarannya.
harapannya adalah semoga mata negara ini bisa terbuka dan lihat sekitar, jangan hanya melihat dunia luar dan menjadikan seolah-olah negara ini tak perlu diperhatikan. maaf jika spam. terima kasih untuk artikelnya. ^_^
Post a Comment